Thursday, December 3, 2015

Kisah Rajawali dan Ayam

Alkisah, di satu perkampungan Indian hiduplah seorang pemburu. Suatu hari dia naik ke bukit cadas untuk menangkap rajawali. Sesampai di sarang rajawali, dia hanya menemukan sebutir telur. Daripada pulang sia-sia, telur rajawali itu pun dibawanya dan ditaruh bersama dengan telur-telur ayamnya yang sedang dierami.

Tak berapa lama kemudian, menetaslah telur-telur eraman sang pemburu. Karena masih kecil, tidak terlihat perbedaan yang mencolok antara anak rajawali dengan anak ayam. Si rajawali sendiri tidak pernah menyadari bahwa dia berbeda dengan yang teman-temannya. Dia hidup, makan, minum, bernafas, berjalan, dan berperilaku seperti anak ayam.

Waktu terus berjalan. Rajawali mulai merasa bahwa dirinya berbeda dengan anak-anak ayam. Sayapnya melebar, kakinya membesar, dan cengkeramannya menguat. Tetapi lingkungannya selalu mengatakan bahwa dia cuma seekor ayam.

Hingga suatu hari: terbanglah seekor rajawali dewasa melewati kampung tersebut. Dengan gagah dia mengepakkan sayapnya, melayang dengan anggun, serta mengeluarkan suara yang melengking dan berwibawa. Semua tertegun, terpana, dan mendongak sambil bertanya-tanya, makhluk apakah itu?

Tiba-tiba, terdengar teriakan panik induk ayam. “Anak-anak, lari, sembunyi! Selamatkan diri masing-masing. Itu adalah elang rajawali, musuh bangsa ayam!”

Segera semuanya mengambil langkah seribu dan bersembunyi di kolong rumah. Tetapi tidak demikian si rajawali kecil. Sedikit pun rasa takut muncul dalam dirinya. Sebaliknya dia merasakan sebuah panggilan yang kuat di dalam batinnya. Lengkingan dari langit itu seakan berkata, “Hai anak rajawali, ingatlah jati dirimu. Kamu bukan anak ayam seperti yang kamu dengar dan pikirkan selama ini. Kamu adalah rajawali. Lihat sayapmu yang lebar. Lihat kaki dan cakarmu yang besar. Aktualisasikanlah potensi dirimu yang luar biasa itu. Mari, bergabunglah bersama kami, bangsa rajawali, kita arungi angkasa luas yang tiada tara yang tiada bertepi.”

Menjawab panggilanjiwa itu, perlahan si rajawali kecil mulai berlari sambil mengepakkan sayapnya. Semakin cepat dan kencang sehingga sedikit demi sedikit tubuhnya pun terangkat. Namun karena belum terbiasa, dia pun jatuh. Tidak putus asa, dia mencoba lagi dengan lebih bersemangat. Tetapi hasilnya sama saja: baru terbang sedikit, langsung jatuh.

Sementara itu, terdengar suara hiruk pikuk dari kolong rumah. “Hei… jangan bodoh. Cepat bersembunyi di sini. Awas kau kan dipatok dan dimangsa. Ingat, kita ini bangsa ayam yang tidak mungkin bisa terbang. Hayo jangan terlambat!”

Rajawali kecil bimbang. Mau mencoba terbang lagi, dia sudah capek. Tetapi bergabung ke kolong rumah, hatinya tidak rela. Dia berada di persimpangan. Dan dia memilih bergabung dengan masyarakat ayam. Si anak rajawali kembali menjadi ayam, melupakan dan mematikan spirit yang ada di batinnya. Hingga akhir hayatnya, dia tetap merasa dan mengganggap dirinya sebagai ayam.

* * * *

Pembaca yang budiman, kisah ini adalah tentang suara langit dan suara bumi. Kedua suara ini sangat penting untuk kita tangkap dan bedakan.

Kita adalah putra langit, putra rajawali yang mampu terbang tinggi menjelajahi awan-gemawan dan mengepakkan sayap mengarungi langit dengan bebas. Jauh di dalam batin kita ada panggilan jiwa yang tidak pernah diam menantang kita untuk menjadi yang terbaik.

Pertanyaannya, apakah kita bersedia menjawab panggilan tinggi itu, yang juga adalah suara Tuhan, ataukah kita menjawab suara rendah, yang mengatakan kita bukan apa-apa dan bukan siapa-siapa?

Untuk hidup seperti rajawali, kadang kita harus mengerti bagaimana cara induk rajawali mengajarkan anak-anaknya untuk terbang, sama sekali tidak mudah dan terkesan kejam.

Induk rajawali akan membawa anaknya ke puncak bukit lalu melemparkannya dari tebing yang tinggi. Anak-anak rajawali terpaksa harus mengepak-ngepakkan sayapnya agar tidak mati terhempas bebatuan. Hanya dengan percaya bahwa dirinya adalah rajawali dengan bertindak mengepakkan sayap sekuat tenaga, anak rajawali itu akan selamat dan terbang untuk menjadi penguasa angkasa.

Coba renungkan, bukankah ada waktunya Bapa di Sorga melatih kita seperti anak rajawali? Saat ujian kehidupan, persoalan, kesulitan, dan segala ketidaknyamanan datang dalam hidup kita? Bagaimana kita menanggapi hal hal itu? Apakah kita mengeluh, mengomel, berputus asa ataukah kita mau berusaha mengambil pelajaran dan hikmah dari semua peristiwa yg kita alami?

Kita semua dilimpahi dengan potensi luarbiasa untuk diaktualisasikan. Maukah kita berusaha mengembangkannya? Buanglah mentalitas seperti rajawali kecil di atas, yang karena lelah, pernah gagal, ragu dan bimbang, putus asa, lalu memilih mendengarkan suara bumi. Sebaliknya, pilihlah untuk bertarung sekuat tenaga sampai kita mendapati bahwa kita bukanlah pecundang, tetapi pemenang dengan prestasi luarbiasa.

Kita semua adalah rajawali, mari dengan tegas menjawab panggilan surgawi, panggilan Ilahi untuk melakukan hal-hal yang besar, hebat, luarbiasa sambil tetap berkomunikasi dan mengandalkan kekuatan Tuhan dalam setiap perkara.

Tuhan Yesus memberkati.

No comments: