Friday, September 13, 2019

Mengenang Habibie

PERSAHABATAN HABIBIE & ROMO MANGUNWIJAYA

Kedua tokoh kita ini pernah sama sama kuliah di Jerman. Meski berbeda agama, ras dan asal usul,  perbedaan ini menjadi rahmat yang memperkaya kemanusiaan dan keindonesiaan. Kedua tokoh ini sudah wafat. Semoga sepenggal kisah ini bisa jadi inspirasi bagi kita untuk merawat persaudaran dan keindonesiaan.

SAAT ROMO MANGUN MISA DAN HABIBIE SHOLAT

Rudy, panggilan akrab Habibie  cukup penasaran kenapa laki-laki itu bisa berkhotbah di depan, padahal dia anak baru. Bagaimana bisa orang Indonesia disuruh memimpin ibadah untuk umat di Jerman?

Romo Mangun tersenyum saja melihat Rudy shalat di pojok belakang gereja. Biasanya Rudy menunggu sepi untuk shalat di gereja. Namun, karena hatinya sangat kacau pada saat itu, dia masuk saja walau sedang ada misa. Selesai ibadah, Romo Mangun menemui Rudy di belakang gereja.

"Lho, Mas Romo. Kok, kamu tadi di depan dan sekarang di sini?"
Romo Mangun hanya tertawa. "Ada juga saya yang bertanya, Rud. Mengapa kamu shalat di sini?"
"Sebelum Mas Romo ke sini, saya juga sudah sering shalat di sini. Aku menumpang saja, Mas. Aku butuh kedamaian Allah. Di sini, kan, tak ada masjid," jelas Rudy.
"Rudy ... Rudy ... Seandainya satu dunia ini sepertimu," Romo Mangun tersenyum.
"Seperti saya? Tukang ngotot maksudnya?"
"Bukan, tetapi orang yang selalu yakin kalau Tuhan adalah yang Maha Pengasih. Apa yang dibuatNya, segala cobaanNya, segala perbedaan di bumi, adalah bentuk cintaNya," jawab Romo Mangun. "Senang sekali melihat kamu nyaman berdoa di gereja dengan caramu sendiri. Ini justru bukti keimananmu tak mudah goyah, Rud."

Rudy terdiam. Dia menatap Romo sambil tersenyum, "Ah, Mas Romo ini bijak sekali, seperti pastor saja."
"Lho, selama ini kamu memanggil saya Romo, kan? Kok kaget kalau saya pastor?"
"Nama Mas itu 'Rama' kan? Romo?"
"Bukan! Saya ini 'romo' alias 'pastor'! Nama saya Y.B. Mangunwijaya. Romo itu panggilan untuk pastor dalam bahasa Jawa." Romo Mangun tertawa.
"Oooh, saya pikir 'Romo' itu panggilan 'Rama' dalam bahasa Jawa!"
... ... ...
("Rudy, Kisah Masa Muda Sang Visioner", Gina S. Noer)

2) PRESIDEN HABIBIE KIRIM PESAWAT HERCULES UNTUK MEMBAWA JENASAH ROMO MANGUN

Oleh Wiyono , Mantan Romo Jesuit

Kenanganku kembali ke beberapa tahun berlalu saat kami ikut mempersiapkan pemakaman almarhum Romo Mangun Wijaya Pr sejak di Rumah Sakit  Carolus sebelum dibawa ke Jogya.

Saat jenasah alm kami semayamkan di gereja Katedral, saya selalu di dekat peti jenasah dan masih ingat ada pelayat a.l. Alm.Gus Dur dan tiba2 ada banyak pampampres dan datanglah Presiden BJ.Habibie...dan saya berdiri disampingnya bersama Kardinal Darmaatmaja...

Di samping peti jenasah  Romo  Mangun, Habibie berbisik ke saya "Apakah boleh saya berdoa dengan cara saya, alm adalah sahabat saya". Saya jawab "Silahkan Bapak". Lalu beliau mengangkat tangan dan khusuk  berdoa.

Lalu beliau pamit  Kardinal dan diantar ke gerbang Katedral. Sebelum masuk mobil  ajudannya mendekati saya "Bapak bertanya jenasah akan dibawa ke Jogya naik apa?" Saya jawab "Pesawat reguler pak".

Lalu kita misa dan Romo Mudji Sutrisno mimpin misa konselebrasi dan minta saya jadi dirigen.....

Esok harinya ada misa requiem dan saya dicari romo Padmo SJ. Saya diminta menghantar jenasah romo Mangun naik Hercules ke Jogya...Ha h?.ternyata  Habibie mengirim pesawat hercules untuk sahabatnya. Luar biasa...

Saya ingat dalam pesawat hercules,  saya ajak istriku ketemu di Halim lalu saya ajak dua  suster Carolus ikut. Nah dalam pesawat itu jenasah kami hantar. Saya dan istri, bersama Romo Agus Pr dan romo Sumantoro pr. Ada Tony Widiastono (wartawan Kompas),  dua  suster  dan satu wartawan Mingguan HIDUP dan beberapa keluarga Romo Mangun.

Singkat cerita waktu mau mendarat  di Jogya, saya  duduk bersama crew di cockpit. Terrlihat di apron,  nampak  penyambutan militer. Setelah mendarat, sebelum pintu blakang dibuka, kita " rapat singkat". Romo Sumantoro yang menyerahkan. Romo Agus yang bawa map isi surat kematian. Istriku bawa foto alm dan Tony bawa bunga salib. Saya di belakang romo Mantoro jadi "pembisik" beliau,waktu menyerahkan jenasah...

Setelah disemayamkan di Gereja Kidul Loji, saya, istri, dua  suster kembali ke Hercules dan terbang kembali ke Jakarta.....

Suatu kenangan penuh syukur bagaimana persahabatan tanpa memandang derajat, agama dan posisi telah ditunjukkan Habibie kepada sahabatnya Romo Mangun,  yang pernah jadi sesama mahasiswa di Jerman.

Terbayang saat menulis ini, bisikan pak Habibie ingin berdoa dan kedua tangannya menadah ke atas dan berdoa dan disampingnya Kardinal mendampingi dalam doa.

Selamat jalan Bapak Habibie menuju keabadian berjumpa dengan istri terkasih. Semoga arwahnya diterima disisiNya.

Dulu saya mimpi kapan bisa naik Hercules. Ternyata saya telah merasakannya.....Tuhan selalu mengatur indah pada waktunya.

Berkah dalem..

No comments: