Wednesday, December 21, 2016

Paradoks Sebuah Kebencian

Sahabat, beberapa hari ini hati saya agak galau, ini terutama karena adanya fatwa pelarangan ornamen natal lengkap dengan berbagai sweepingnya.

Termasuk yang saya bantu laporkan ke Ridwan Kamil beberapa hari lalu, setelah seorang rekan memberi info ke saya, Anak-anak PSM (Paduan Suara Mahasiswa) Unpad yang sedang menggalang dana untuk lomba paduan suara Eropa, dilarang oleh oknum ormas berkegiatan di Trans Studio Mall Bandung. Mereka memang menyanyikan lagu-lagu nuansa natal lengkap dengan pakaiannya.

Begitu juga kejadian di Surabaya dan masih banyak lagi kejadian-kejadian menyedihkan. Toko-toko dan cafe-cafe yang karyawannya memakai atribut topi santa atau apapun yang bernuansa Natal dimarahi, diminta untuk mencopotnya dan dipaksa menandatangani perjanjian yang intinya tidak membuat karyawan menggunakan hal-hal yang bernuansa Natal.

Sampai sebuah WA yang dikirimkan seorang teman membangunkan saya dari tidur dan mimpi buruk saya.

Dia menulis, "Terima kasih sebesar-besarnya pada fihak yang tidak suka dengan berbagai atribut NATAL. Karena itu mendorong orang mencari makna NATAL yang sesungguhnya. Yang selama ini tertutup dengan riuhnya perayaan dan gemerlapnya atribut-atribut belaka."

Pesan ini disampaikannya lengkap dengan sebuah karikatur Santa yang menggendong karung penuh hadiah dan Yesus yang menggendong kayu salib yang berat.

Santa berkata, "Banyak hadiah untuk setiap orang." Sedang Yesus berkata, "Aku hanya memikul sebuah salib, tapi ini cukup untuk semua orang."

Pesan sederhana ini sungguh membuka mata saya terang benderang, bukankah selama ini kita semua selalu saling mengingatkan, bahwa Natal itu bukan tentang Santa, hadiah, lampu kelap-kelip, rusa atau tanduk rusa, pohon Natal, kue-kue, belanja-belanja dan lain-lain ornamen Natal yang saat ini oleh berbagai ormas dilarang keras untuk digunakan ?

Bukankah kita memang harus berjuang keras untuk mengembalikan Natal pada arti sesungguhnya yaitu lahirnya Yesus Kristus, Juruselamat semua manusia, di hati kita masing-masing. Sehingga dengan Natal setiap kita memiliki karakter yang semakin serupa dengan Yesus ?

Saya tercenung, sebuah paradoks yang luar biasa yang digunakan Tuhan untuk mengkoreksi keadaan Natal yang semakin hari semakin melenceng dari arti Natal sebenarnya.

Sebuah cara yang diluar akal manusia, bahwa Tuhan bisa menggunakan segala keadaan, bahkan yang sangat buruk sekalipun, untuk membuat manusia kembali kepada keajaiban Natal.

Natal di mana Allah rela mengorbankan diriNya dalam wujud manusia Yesus lahir dikandang domba hina dan melakukan karya penyelamatan dosa yang luar biasa dengan mati di kayu salib.

Paradoks, kejadian yang saat ini terjadi dan seolah menyebalkan dan membuat kita marah ternyata merupakan paradoks yang dipakai Tuhan untuk membuat kita semua naik kelas, go to the next level, makin dewasa rohani kita. Paradoks, karena ini justru dilakukan melalui ormas-ormas radikal yang intoleran.

Paradoks, ya paradoks, bukankah di seluruh Alkitab penuh dengan paradoks ? Allah yang lahir sebagai hamba di kandang domba, bukankah itu paradoks yang luar biasa ?

Saya merenungkan ini terus menerus dan semakin kagum dengan cara Tuhan bekerja di Indonesia, banyak hal-hal yang mengerikan, meresahkan saat ini terjadi di Indonesia, namun saya semakin yakin bahwa rencana Tuhan yang indah bagi Indonesia justru telah, sedang dan terus akan terjadi.

Kita sedang menghadapi berbagai PARADOKS demi PARADOKS.

Salam Kasih Natal, Salam Kasih Kristus
Christovita Wiloto

No comments: